Cerita Kecilku



Telur Bebek

Pagi masih berkabut, disertai dingin yang mengeretakkkan gigi. Mentari juga belumlah muncul.
Kuhampairi emak yang sedang sibuk menyiapkan pakan untuk bebek-bebek kami, menghacurkan cangkang keong, mencacahnya kecil-kecil dagingnya dan kemudian akan dicampur dengan dedak dan air.

“Maak.. berapa telur bebek yang kita hasilkan hari ini?”. Tanyaku
Tanpa menoleh maak malah balik bertanya “Kamu sudah selesai ngajinya? Mana bapak?’”

Mak menanyakan aktivitas pagiku, bersama bapak usai sholat subuh aku selalu menunggu bapak yang sedang menyelesaikan dzikirnya dengan bertilawah al-qur’an, kemudian setelah bapak menyelesaikan dzikirnya, aku akan mengaji sorogan kitab kuning pada bapak, begitu setiap pagi.

‘Bapak sedang membaca Alqur’an maak..” jawabku..

“Oooh.. ya sudah.. lihat dulu api di perapian.. siapa tahu apinya mengecil, mak sedang masak air dan masak nasi. Setelah itu bawa ember kecil untuk mengambil telur-telur bebek di kandang”. Maak memberiku perintah.

Tanpa membantah aku beranjak dan menuruti perintah emak. Setelah ku beri potongan kayu di tungku perapian, ku ambil ember kecil dan kemudian aku masuk ke kandang bebek-bebekku. Kandang bebek yang pasti bau , dan lembab. Sebagian bagian kandang ini kami taburi dengan merang kulit padi untuk member kehangatan pada bebek-bebek kami. Penuh girang ku hampiri butiran-butiran berwarna abu-abu itu, kuambil satu persatu dan kutaruh di dalam ember dengan hati-hati, takut pecah. Inilah nikmat dan limpahan rizki dari-Nya di pagi yang belum sepenuhnya bangun.

“Maaak.. telurnya banyak mak.. ada dua belas..” pekikku pada maak..

“Alhamdulillah Nak.. berarti cumin ada dua bebek yang nggak bertelur hari ini.” Jawab emakku

Bebekku memang cuman berjumlah lima belas ekor, empat belas betina dan satu jantan. Tapi inilah yang kemudian setiap harinya menjadi tambahan rizki di samping hasil ladang dan sawah yang hasilnya tidak setiap hari bisa langsung kami nikmati. Beda dengan bebek-bebek ini dan telurnya.

“Buruan keluar dari kandang Nak.. Emaak mau ngasih pakan bebek-bebek itu.” Kembali emak memberiku komando.

Aku beranjak keluar dari kandang bebebk yang lembab dan becek ini. Dan selanjutnya ku lihat emak sudah dikerubuti bebek-bebek itu.. mereka berbut menyosorkan paruh mereka pada baskom berisi campuran daging keong dan dedak yang di bawah emak.

“Terimakasih bebekku..” Bisikku dalam hati seraya  melangkah ke dalam rumah menghampiri bakul tempat kami menampung telur-telur bebek, dan nanti pada hari pasaran tiba, akan di bawalah telur-telur ini oleh emak ke pasar untuk kami jual dan kami akan mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup kami.

Kulihat emak sudah selesai memberi pakan bebek, sekarang sedang mencuci tangan di “padasan”  tempat menampung air yang terbuat dari tanah liat. Beranjak masuk ke dalam rumah, menghampiri perapian, membenahi kayu bakar di dalamnya, dan menuju meja makan, menyiapkan kopi untuk bapak. Sedang aku masih saja asyik memandangi butiran-butiran berwarna abu-abu ini. Membayangkan ini adalah butiran-butiran mutiara raksasa yang seketika bisa membebaskan kami dari kesulitan hidup ini. Biar emak dan bapak tidak perlu kerja keras di sawah dan menanam palawija di ladang. Agar bapak dan emak tidak sering berhutang kepada bos beras di depan rumahku, hanya untuk memberi kiriman uang bulanan kepad tiga kakakku, dua orang yang berada di pesantren dan satu lagi kakakku yang berkuliah di sebuah perguruan tinggi di kota. Dan agar aku nanti bisa membeli seragam baru, semua baru, sepatu, tas, peralatan sekolah dan seragam.

Aku ingin sekali memakai baju seragam yang benar-benar baru, masih bau aroma kainnya, bukan lungsuran “bekas” kakak-kakaku. Selama ini semua seragam sekolahku adalah bekas kakak-kakakku seingatku hanya satu setel seragam pramuka, dan baju atasan putih, serta sepasang sepatu baru yang dibelikan untuk menyertai langkah pertamaku masuk Sekolah Dasar. Itupun enam tahun yang lalu.

Tiba-tiba emak menegurku..” Nak.. jangan bengong pagi-pagi.. buruan bereskan kamarmu, siapkan buku sekolah, dan cucilah piring kotor di bak cucian itu. Terus mandilah, biar tidak kesiangan kamu nanti sekolahnya. Hari ini mau sarapan apa? Telur di rebus, apa di goreng?”. Tanya emak padaku

Dengan sigap aku menjawab “di ceplok aja ya maak..” akupun kemudian membayangkan nasi putih yang masih panas, mengepul dan harum dengan hiasan hiasan telur ceplok mata sapi di atasnya.. . Nikmaaaaat !!

Bergegas kembali kuturuti komando emak. Membereskan kamar tidurku dan kamar emak, menyiapkan buku-buku sekolah dan seragam yang akan aku pakai. Dan kulihat bapak tengah asyik mendengarkan Berita Pagi di RRI sembari menikmati kopinya.

Selesai mencuci piring dan mandi. Kini aku telah rapi dengan seragam sekolah dan bersiap menyantap sarapan pagi yang sudah menunggu. Inilah nikmat lagi di pagi ini, nasi putih dengan hiasan ceplok telur mata sapi. “Bismillahirrahmanirrahim.. Allohumma bariklanaa fima rozaktanaa wa qinaa adzabbannaar..”

“Nak.. nanti untuk bekal uang jajan di sekolah, bawalah satu buah telur, jual di warung depan dan bawalah uangnya untuk jajan di sekolah” Perintah emakku lagi..

Dengan mulut yang sibuk mengunyah aku kembali bertanya “ Memang sekarang berapa harga telur bebek sebutir Mak?”

“Tujuh ratus rupiah Nak.. bawalah satu ya..” jawab emakku

Aku kembali teringat dengan impianku memiliki dan memakai seragam dan peralatan sekolah yang baru nanti saat aku masuk SMP. Dan aku juga teringat sesuatu, bahwa tadi malam aku sudah menyusun rencana dengan teman-temanku untuk berburu mangga di bukit pekuburan di samping sekolah. Disitu ada sebuah pemakaman keluarga yang di salah satu sisinya ada sebuah pohon mangga yang sangat besar, rimbun, menaungi nisan-nisan di bawahnya. Dan saat ini pohon mangga itu tengah berbuah lebat.

Sesuai kesepakatan tadi malam bersama teman-temanku, aku yang penakut dan tidak mau ikut berburu mangga di tanah pekuburan maka aku mendapat bagian untuk membawa beberapa sendok garam dapur untuk jadi teman kami menikmati mangga mengkal bahkan mungkin mentah hasil buruan kami nanti.

“Maak.. aku  nggak usah bawa telur lah Mak.. untuk di jual aja.. mulai hari ini bagianku di tabung ya Mak.. aku pengen beli sepatu dan tas baru untuk masuk SMP nanti..” pintaku pada mak..

“Baiklah Nak.. selesaikan sarapanmu, nanti emak dan bapak mau pergi ke ladang, memberi pupuk tanaman jagung kita. Sore nanti selepas kamu belajar kelompok, tengoklah tanaman padi kita di swah, bawa ember umtuk mengambil keong-keong kecil yang menganggu tanaman, bawalah pulang untuk pakan bebek-bebek kita, dan jangan lupa nanti siram juga benih cabai yang ada di tegalan sawah itu. Itu untuk bakal tanaman kita di ladang.” Kali ini mak memberi tahu jadwal agenda kerjaku hari ini.

Selesai sudah sarapanku, kusalami emak yang tengah sibuk menyiapkan sarapan untuk bapak dan bekal untuk mereka ke ladang. Dengan takzim kusalami wanita mulia ini. Dan kemudian kuhampiri lelaki hebat di hidupku, orang tercerdas dan terbaik dalam kehidupanku.. bapak.. kusalami pula dengan takzim tangan lelaki hebat ini.

Dengan ringan kulangkangkah kakiku keluar dari rumah, rumah yang penuh cinta. Tidak lupa kubawa botol bekas minuman kemasan yang telah ku isi ulang dengan air dari cerek, sebagai bekalku di sekolah. Dan segenggam garam dapur yang kutaruh di plastik kecil untuk teman petuanganku nanti.

Kulirik mentari yang tengah memberikan sinar hangatnya untuk bumi. Kubisikkan padanya.. “Mentari.. teruslah meninggi.. bersamamu kan kurangkai ceritaku, mimpiku dan cita-citaku menjadi orang hebat di Negri ini”.

(Iswa, 261113)


Komentar

Postingan Populer