Laki-laki Gunung Es

Mata itu kembali hadir. Mata yang selama bertahun-tahun dulu sempat tidak jengah memberi cahaya. Memberiku cerita tentang berbagai kisah. Meski tanpa kata aku mampu menafsirkan semua. Yaaa.. kita dua pasang mata yang selalu punya bahasa untuk mewakili bahasa jiwa.

"Rasyaaaa.?!"

Suara lengkingan di lantai bawah asrama mengusik kesenanganku yang tengah asyik menikmati langit senja dari atas balkon asrama.

"Pasti kamu sedang memikirkan Raka kan? Sudahlaah dia itu hanya lelaki gunung es yang kau tidak akan pernah mampu membuatnya mencair. Sebaiknya kita ke kantin saja yuuk," Caca segera menarik pergelangan tangan tanpa menunggu persetujuanku dahulu.

"Kamu salah Ca, aku sudah mencairkannya sejak dulu, bahkan saat pertama aku bertemu dengannya dahulu di kelas i'dad," protesku sambil berjalan menuruni anak tangga.

"Kata siapa? Nyatanya sampai saat ini belum perna kan Raka mengajakmu bicara? belum pernahkan Raka mengatakan apapun kepadamu? Itu semua hanya perasaanmu saja. Mengakulah."

Meski dengan tersungut-sungut tetap kuikuti langkah Caca menuju kantin asrama.

Kembali aku teringat perkataan Rasya tadi di pintu kelas."Kalau kita takdir, pasti suatu saat kita akn bersama," lalu senyum itu lagi yang mapir dan hinggap di rona mata.

Ahh seandainya aku mampu mengatakan pada semua orang yang selalu mengira bahwa aku seorang hanya Rasya yang  mampu memendam rasa dalam diam dan kini telah mampu mencairkan laki-laki gunung es dengan sempurna tanpa menjamahnya, pasti semua juga tidak akan pernah ada yang percaya. 

Komentar