Terimakasih Purnama

Ini cerita yang sudah sangat saya ingin tuliskan sejak kemarin. Tepatnya ketika purnama datang menyinari malam. Tepat ketika shalat magrib berjamaah di masjid usai, kutanggkap sinar rembulan mengintip malu-malu dari balik pohon-pohon kelapa yang menjulang. Segera kumulai menikmati sinarnya yang indah dan selalu berhasil membuatku terpikat.

"Hari ini ummi ngajarnya menghadap cahaya rembulan ya, kalian yang menghadap ke barat," pintaku pada wajah-wajah di hadapanku.

"Emang mau ngapain Mi?? terdengar satu suara ingin tahu.

"Karena ummi ingin memandang rembulan."

Yeeeeeee ummi, gitu aja!" serentak mereka mengolokku.

Talaqi sepuluh anak akhirnya selesai juga. Sengaja hari ini aku mengurangi jatah mereka mengaji. Kuajak kesepuluh gadis kecil ini duduk berderet pada tepian teras masjid.

"Kalian tahu tidak kenapa ummi suka memandang langit malam? terutama saat ada rembulan dan taburan bintang?"

"Nggak laah! emang kita pikirin!" jawaban ketus keluar dari mulut si keriting Dea. Gadis kecil berkulit putih dan selalu update dalam bahasa gaul.

"Dulu saat terang bulan seperti ini, ummi sering main gobak sodor, main petak umpet, perang-perangan atau duduk-duduk di halam rumah sambil menghitung bintang."

"Apa enaknya Mi?" Suara Regina penasaran

"Yaa karena ummi suka."

'Yeeeee gitu aja kaleeee." Kembali aku mendapat cibiran dari mereka " he he.."

"Kalau begitu sekarang kita buka terjemah surat Al-qariah yuuuk" ajakku pada sepuluh gadis cilik ini.

Malam itu, di bawah terang sinar rembulan yang tengah purnama kami mentadaburi surah Al-Qoriah. membyaangkan nanti ketika tiba saatnya bulan yang indah itu akan saling bertabrakan dengan gugusan bintang. Gunung-gung akan berterbangan dan kita sebagai manusia akan ikut binasa.

"Ummi udahan sih mbahas terjemahnya," tiba-tiba Dea kembali berujar.

"Terus kita mau ngapain?"

"Main tebak-tebakan ya?"

Ini dia sesi yang selalu menjadi favoritku dengan anak-anak.

"Ok! Siapa takut!," jawabku penuh tantangan.

"Kali ini ummi sendirian ya? kita yang ngasih pertanyaan."

"Ok! Silahkan tuan putri." senyumku menggoda Dea

"Ada pesawat terbang membawa 500 batu bata, kemudian jatuh satu, tinggal berapa batu batanya?"

"499"

"Bagaimana cara memasukkan gajah ke dalam kulkas?"

"Buka kulkas masukkan gajah, tutup deh!"

"Terus bagaimana cara memasukkan kuda ke dalam kulkas?"

"Buka kulkasnya, keluarkan gajah, masukkan kuda tutup lagi pintunya," jawabku penuh kemenangan ditinggkahi teriakn Huuuuuuh dari mereka.

"Yang ini pasti ummi salah," lanjut Dea penasaran

"Pada suatu hari singa mengadakan pesta ulang tahun. Semua penghuni hutan datang, kecuali?"

"Yaa datang semu lah kan singa raja hutan nanti takut diterkam kalau tidak datang," jawabku sekenanya

"Betuuuul!!! kaaaaan ummi salah! ya kuda lhaaa miiiii.. khan masih di dalam kulkas."

Sontak kami semua tertawa diikuti cubitan-cubitan kecil menghujani tangan dan tubuhku. Lalu Dea kembali beraksi.

"Saat pesta ulang tahun sedang berlangsung, tiba-tiba ada seorang nenek yang menyeberang sungai dan meninggal, kenapa coba Mi?"

Dengan enteng aku menjawab, "yaa karena tenggelam, bener kan?"

SALAAAH!"

"Terus kenapa?"

"karena kejatuhan batu bata tadi yang jatuh dari pesawat."

"Alamaaaaaak?!"

"Ummi kalah. Ummi kalah!!' suara kegembiraan sepuluh gadis kecil ini setelah berhasil memperdayaku.

Adzan isya berkumandang dan memaksa kami untuk bubar. Tapi saat aku hendak beranjak untuk berdiri, datang Ara dan kedua adiknya menghampiriku. Ara murid mengaji malam, sedang kedua adiknya mengaji sore.

"Ummi, kata ibu donatnya enak nggak?" Ara menanyakan rasa donat yang ia hantarkan ke rumah kemarin siang.

"Iya, enak!," jawabku sambil mengacungkan jempol "siapa yang membuat? Ibu ya?"

"Iya Mi, sekarang ibu membuat donat untuk dititipkan ke warung-warung."

Hatiku langsung trenyuh dengan kehidupan tiga bocah di hadapanku ini. Mereka tinggal di komplek ini hanay menempati sebuah rumah kosong karen adi tinggal penghuninya. Beberapa bulan kemarin ayahnya di tangkap polisi dan sekarang mendekam di penjara karena ketahuan mengedarkan narkoba.

"Bapak belum pernah pulang ya?" tanyaku menyelidik.

"Belum Mi, bapak kan lagi kerja di tempat yang jauh."

"Memang Bapak Ara kerja sebagai apa?"

"Tadinya penjaga gudang Mi, kata ibu sekarang lagi jadi pengawal pengusaha ke luar negri. Jadi pulangnya lama. Nanti kita di beliin oleh-oleh lho mi" ceroscos adik Ara yang terkecil.

Hatiku ingin menangis mendengar mulut-mulut kecil ini bercerita.

"Ya sudah, kalian harus rajin mengaji dan belajar ya. Jangan lupa shalat lima waktu."

Serempak mereka mengangguk dan segera kuajak mereka mengambil wudhu.

Selepas sholat isya aku, si kecil haqiya dan suamiku langsung cabut untuk mencari makan malam di luar. Ini janji suamiku sejak siang. Karena aku lagi malas masak, maka suami mengajakku makan malam di luar. Di bawah sinar rembualn purnama yang semakin terang tanpa setitik awanpun, kami melintasi malam penuh kegembiraan. Tidak henti-henti si kecil berceloteh dan mengajakku bernyanyi. Suasana malam di sekitar Universitas Lampung sangat ramai. Pilihan kami jatuh pada warung tenda bebek goreng. Di sinilah kemudian kami menikmati kebersamaan. Makan malam selesai berlanjut ke swalayan untuk membeli beberapa keperluan. Tepat pukul sembilan malam kami beranjak pulang.

Lagi, di bawah sinar rembulan, di belakang punggung suami, aku dan si kecil bersenandung riang. Kemudian tidak berapa lama si kecil terlelap. Dan hatikupun kembali menyenandungkan nasyid rembulan milik sesmic. Salah satu nasyid yang aku sukai.

Rembula di langit hatiku
Bersianrlah engkau selalu
Temani kemana, meski kupergi mencari tempat kita tuju
Kan kujaga nyalamu selalu pelita perjalananku
Kan kujaga nyalamu selalu, rembulan dilangit hatiku.
.........................
.............

Fabiayyyi alaaa irobbikuma tukadziban.

Terimakasih ya Robb atas malam yang penuh hikmah dan kebahagiaan.

Bandar Lampung 16 MeI 2014

Komentar