Saat Terakhir

Mata Naura basah. Seandainya dia diperkenankan lebih lama memandang wajah ayah. Pasti, tidak hanya lembar hasil kelulusannya di sekolah menengah yang akan dia berikan. Tapi, juga prestasinya yang lain. Tapi, nyatanya cerita yang bergulir berbeda. Tiga tahun tidak berjumpa, kini Naura harus mendapati ayah terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

“Ayah, lihatlah... Naura terpilih menjadi siswa terbaik di sekolah. Nilai ujian Naura paling besar diantara kawan-kawan,” tangan Naura sibuk membeberkan kertas di hadapan ayah.

“Alhamdulillah, bisa jadi obat capek buat Ayah.” Mata cekung dan tangan menggigil  milik ayah menarik Naura ke dadanya yang memburu.

Komplikasi paru-paru dan ginjal yang ayah derita semakin membuat hidupnya berat.

“Kamu, jaga adik dan ibumu ya? Jadilah anak yang baik dan hebat.” Anggukan Naura mengiyakan pesan ayah. Selanjutnya Naura meresapi setiap usapan tangan dan degup dada ayah. Hingga sejurus kemudian usapan itu terkulai dan Naura menyadari  ayah telah pergi untuk selamanya.

Komentar