Bacaan Pertama Haqiya
Pagi ini Haqiya berangkat sekolah dengan sikap manis. Meski begitu ia tidak lupa menyematkan isak rengekannya di sela-sela mandi pagi. Well, apapun itu bagiku pagi ini putri kecilku sangatlah manis. Kurasa beberapa hari terakhir ia terlihat begitu. Patuh terhadap kesepakatan aku dan dia. Mulai mau membereskan mainan, makan tidak pilih-pilih lauk, jarang meraung-raung sambil mengacak acak barang, dan yang paling penting dia menepati waktu ba'da magribnya untuk megaji dan belajar bersamaku. Seperti kemarin sore dia pamit sholat magrib di masjid dan setelah selesai langsung pulang dan mengambil buku mengaji dan belajarnya.
Usianya baru 4,5 tahun, tapi dia sudah berada di level 6 iqro dan telah menguasai bacaan abjad untuk lefel dasar huruf vokal.
Senang??? Tentu! Karena dia mengaji dan belajar membaca langsung berada di bawah bimbinganku. (Meski di sekolah ia juga mendapatkan pengajaran) Tapi, setidaknya sebagai orang tua aku berjanji untuk menjadikan diriku madrasah utama baginya. Tempat dimana anak-anakku mendapat basic ilmu kehidupan. Untuk hafalannya Haqiya baru sampai suat Al-adiyat.
Tanpa sengaja, tadi sebelum menuliskan ini aku mampir ke blog seorang kawan yang juga menuliskan tentang pentingnya peran dan kasih sayang orang tua dalam kehidupan anak. Dan ini pasti ada kaitannya dalam kajian Al-qur'an surat Attahrim: 6.
Itu juga yang menjadi alasanku dulu kenapa aku memilih menjadi ibu rumah tangga. Saat orang tua dan saudara-saudara bertanya tentang kenapa aku tidak pernah mau menerima tawaran pekerjaan yang datang, aku hanya menjawab,"aku ingin anak-anakku bisa melakukan sholat karena aku yang mengajarinya,"
Tanggapan mereka jelas kecewa. Bukankah dengan bekerja diluar rumah aku masih bisa mendidik anak-anak?? Bagiku tidak itu saja. Mendidiknya sholat berarti juga mendidiknya untuk hidup disiplin dalam segala hal. Termasuk etika dan adab kehidupan yang lain.
Hingga suatu hari hatiku dibuat terlonjak bahagia saat simbokku bilang, "Benar, kenapa kau memilih menjadi ibu rumah tangga. Simbok senang melihat rumah tanggamu yang mandiri tanpa campur tangan orang lain, juga anak-anakmu yang terurus dengan baik. Saat bapak masih ada, simbok dan bapak sering membicarakan ini."
Saat itu rasanya aku tengah memenangkan sebuah award kehidupan. He heee sedikit lebay :)
Dan kemarin malam aku kembali mendapatkan award itu lagi. Saat suami dan anakku yang kedua telah terlelap. Tiba-tiba si sulung Haqiya beringsut dari kamarnya mendekatiku yang tengah menyelesaikan tilawah sebelum tidur. Minta duduk dipangkuan dan ikut mendengarkan bacaanku. Sampai kemudian dia berujar, "Umi, Kakak boleh ikut baca, nggak? Kan sekarang kakak sudah iqro 6,"
Kepalaku mengangguk sambil menyelesaikan bacaan ayat yang kubaca. "Oke! Yang ini, ya?" Tunjukku kemudian pada sebaris ayat di surat Ali Imron, melanjutkan bacaanku.
Kepala kecilnya mengangguk. Segera dia membaca ayat yang kutunjuk dengan diikuti jarinya bergerak menunjuk bacaannya. Meski masih terbata-bata, saat itu mataku merebak dan hatiku merekah-rekah. Haqiya telah sering ikut membaca Al-qur'an untuk murojaah hafalan surat pendeknya, tapi malam ini lain bagiku. Dia membaca dengan baik (meski terbata) tanpa bantuanku dan di sebuah ayat yang belum pernah dia baca.
Setelah selesai, langsung kupeluk putri kecilku ini sambil berisik, "Kakak, hebat! Kalau mbah kakung masih ada pasti mbah akan sangat senang."
Saat itu pikiranku membayang tentang Bapak dengan kepalan tangannya yang mendarat dijidatku diiringi mata berbinar dan senyum bahagia. Sama seperti yang ia lakukan padaku setiap kali aku membuatnya bangga. "Pak, lihatlaah. Aku memenuhi janjiku untuk mengajari anakku pandai membaca. Al-qur'an di rumahku sendiri. Tanpa campur tangan orang lain."
Bandar Lampung 16 Maret 2016
Masya Allah keren, usia 4,5 tahun sudah mau Al-qur'an, tulis Mbk metodenya. Pasti banyak yang ingin belajar.
BalasHapus