Jangan Pernah Jatuh Cinta



 
Oleh Islah Wardani
(Fiksimini)

“Ummi.., aku benar-benar mencintainya.” Kuangsurkan kepala pada pangkuan wanita lembut nan arif ini. Langit sore hampir gelap.

“Sebatas apa?”

“Aku tidak tahu, Mi.”

“Sejak kapan?”

Kudongakkan sejenak kepala untuk menatap manik bening yang bersirobok dengan mataku yang berurai airmata. Haruskah aku jujur padanya sejak kapan? Sedang aku sendiri tak begitu yakin tahu tepatnya kapan.

“Tidak tahu pastinya, Mi.”

“Dia tahu kalau kau mencintainya?”

Hanya gelengan yang kuberikan sebagai jawaban.

“Lalu untuk apa kau risaukan dan berurai airmata?”

“Dosakah jika aku merindukannya? Dan jika wajahnya selalu berada dalam ingatan kemanapun aku pergi?”

“Berwuduhu!”

“Untuk?”

“Untuk menghapus segala tipu daya syaitan. Bukankah yang demikian adalah syaitan yang ikut andil menyuburkannya?”

“Tapi, bukankah ini fitrah, Mi?”

“Dari mana kau tahu itu?”

“Karena aku tidak pernah meminta semua ini. Bahkan aku ingin lari darinya.”

“Yakin?”

“He-eh!” kuanggukkan kepalaku dengan mantap.

“Apa yang membuatmu jatuh cinta padanya?”

Lagi-lagi hanya gelengan yang kuberikan sebagai jawaban.

“Kau punya sajadah?”

Pertanyaan yang kurasa tiba-tiba aneh. Tapi, mau tidak mau aku menjawabnya. “Iya, Mi.”

“Pulang dan berwudhulah. Lakukan sujud panjang dan ceritakan semua yang kau rasa pada Rabb-Mu. Dia lebih berhak atas segala keluh kesah daripada aku. Lakukan terus dan selalu setiap waktu saat kau merasa rapuh.”

Kuseka sisa bening yang masih menempel di pipi. Malu, itu yang kurasa tiba-tiba datang menyergap.

Bandar Lampung, 18 Oktober 2014

Komentar

Postingan Populer